Rabu, 29 Januari 2014

Larangan Menggambar Makhluk Hidup


LARANGAMN MENGGAMBAR MAKHLUK HIDUP
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Assalamualaikum Warahmatullai Wabarkaatuh
#Oleh: Abu Samah Al-Hafidz

Ada beberapa hadits berkaitan dengan larangan menggambar makhluk hidup, yaitu :
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ أَنَّهُ اشْتَرَى غُلَامًا حَجَّامًا فَقَالَ: " إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الْبَغِيِّ، وَلَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَالْمُصَوِّرَ "
Dari Abu Juhaifah : Bahwasannya ia pernah membeli seorang budak tukang bekam, lalu ia berkata : "Sesungguhnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing, dan hasil pelacuran. Beliau juga melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, orang yang mentato dan yang minta ditato, serta melaknat penggambar" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2086 & 2238 & 5945 & 5962, Abu Daawud no. 3483, dan yanglainnya].

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ "
Dan ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya di sisi Allah adalah al-mushawwiruun (para tukang gambar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5950, Muslim no. 2109, An-Nasaa’iy no. 5364, dan yang lainnya].
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى سَهْوَةٍ لِي فِيهَا تَمَاثِيلُ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَتَكَهُ، وَقَالَ: " أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ " قَالَتْ: فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
Dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah datang dari safar (bepergian), sedangkan aku telah menutupkan sebuah tirai pada sebuah rak kepunyaanku. Pada tirai itu terdapat gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau mencabutnya dan bersabda : “Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah”. ‘Aaisyah radliyallaahu 'anhaa berkata : “Maka tirai itu kami jadikan sebuah bantal atau dua bantal” [Diriwayatkan oleh 5954, Muslim no. 2107, An-Nasaa’iy no. 5356, dan yang lainnya].
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَال النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ "
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini akan diadzab pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka : ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5951 & 7558, Muslim no. 2108, An-Nasaa’iy no. 5361, dan yang lainnya].
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ، قال: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، فَقَالَ: إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ فَأَفْتِنِي فِيهَا؟ فَقَالَ لَهُ: ادْنُ مِنِّي فَدَنَا مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: ادْنُ مِنِّي فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ، قَالَ: أُنَبِّئُكَ بِمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ "، وقَالَ: إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعِ الشَّجَرَ، وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ فَأَقَرَّ بِهِ نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ
Dari Sa’iid bin Abil-Hasan, ia berkata : Ada seorang laki-laki yang mendatangi Ibnu ‘Abbaas, lalu berkata : “Sesungguhnya aku adalah seorang laki-laki yang punya pekerjaan menggambar gambar-gambar ini. Berilah aku fatwa”. Ibnu ‘Abbaas berkata kepadanya : “Mendekatlah kemari”. Ia pun mendekat kepadanya, hingga Ibnu ‘Abbaas meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki itu. Kemudian Ibnu ‘Abbaas berkata : “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap penggambar berada di neraka. Akan diberikan ruh kepada setiap gambar yang ia buat, lalu gambar tadi akan menyiksanya di Jahannam”. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Seandainya engkau memang harus menggambar, maka gambarlah pohon dan apa saja yang tidak mempunyai nyawa” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2225 & 5963 & 7042 dan Muslim no. 2110].
عَنْ أَبِي زُرْعَةَ، قال: دَخَلْتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي دَارِ مَرْوَانَ، فَرَأَى فِيهَا تَصَاوِيرَ، فَقَالَ: سمعت رسول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً "
Dari Abu Zur’ah, ia berkata : Aku pernah masuk bersama Abu Hurairah di rumah Marwaan, lalu ia (Abu Hurairah) melihat di dalamnya ada beberapa gambar. Abu Hurairah berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang menciptakan seperti ciptaanku ?. Hendaklah ia ciptakan sebutir biji atau hendaklah ia ciptakan sebutir gandum” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5953 & 7559 dan Muslim no. 2111].
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa menggambar makhluk bernyawa (atau membuat patung makhluk bernyawa) termasuk dosa besar. ‘Illat hukum pengharaman ini diantaranya adalah adanya unsur penandingan terhadap ciptaan Allah dan penyamaan perbuatan makhluk dengan perbuatan Al-Khaaliq[1]. Oleh karena itu, Allah ‘azza wa jalla berfirman kelak di hari kiamat kepada para penggambar :
أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ "
“Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan”.
Perbuatan menggambar makhluk hidup termasuk dosa besar di antara dosa-dosa besar, akan tetapi pelakunya tidak sampai pada derajat kufur akbar. Tidak ada ulama dulu dan sekarang yang menghukumi kufurnya secara mutlak para penggambar. Kecuali, apabila ia mempunyai niat atau tujuan dengan pembuatan gambarnya itu untuk menyerupakan perbuatan Al-Khaaliq dengan perbuatan dirinya, maka ia kafir dengan tujuan ini[2].
Faedah Lain :
Sebagian orang berpendapat bahwa orang yang membuat undang-undang buatan adalah kufur akbar secara mutlak (tanpa perincian) dengan alasan (‘illat) : orang tersebut telah menyaingi kekhususan Allah, yaitu : tasyrii’. Pembuatan dan/atau penetapan hukum hanyalah hak Allah. Barangsiapa yang mengambil hak ini, maka kafir. Begitu kata mereka.
Dengan memahami kasus hukum tashwiir di atas, maka nampak kesalahan pendapat mereka tersebut. Seandainya orang yang membuat aturan itu kafir dengan alasan menyaingi kekhususan Allah dalam penciptaan/pembuatan produk hukum; maka seharusnya orang yang menyaingi kekhususan Allah dalam penciptaan makhluk juga dihukumi kafir. Jika orang yang membuat undang-undang dianggap telah menjadikan dirinya sebagai saingan Allah dalam masalah tasyrii’, maka penggambar telah menjadikan dirinya sebagai saingan Allah dalam masalah penciptaan. Sama saja duduk permasalahannya. Kenyataannya, penggambar tidaklah dihukumi kafir berdasarkan ijma’.
Dengan demikian, alasan (‘illat) menyaingi salah satu kekhususan Allah tidak mesti mengkonsekuensikan kufur akbar. Pendek kata, orang yang membuat undang-undang atau peraturan tidak bisa dihukumi kafir akbar tanpa melihat perincian kondisi dari pelakunya.[3]
Yang lebih menguatkan hal itu adalah para ulama sepakat tidak mengkafirkan bughaat, berdasarkan firman Allah ta’ala :
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah” [QS. Al-Hujuraat : 9].
Dalam ayat itu Allah di atas dipakai kata ath-thaaifah, dan salah satu makna ath-thaaifah adalah al-jamaa’atu minan-naas (sekelompok orang).[4] Dan lazimnya kelompok pemberontak (bughat) dipimpin oleh seseorang yang membuat dan menerapkan aturan-aturan/hukum kepada anak buahnya untuk melawan pemerintah yang sah. Hukum ini tentu saja bertentangan dengan hukum Allah. Namun, tidak ada ulama yang mengkafirkan bughat dengan sebab itu sebagaimana disebutkan sebelumnya. Hal yang sama pada kelompok pembegal dan pencuri yang mereka itu tidak dikafirkan para ulama berdasarkan ijma’.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’, banyak mengambil faedah dari buku Al-Hukmu bi-Ghairi Maa Anzalallaah oleh Bundar bin Naayif Al-‘Utaibiy, hal. 30-31 – perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 17041434/27022013 – 00:56]. Wallahu’alam.
“Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua Aamiin”
CATATAN:

[1]      Terdapat dalam sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah”.
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي
Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang menciptakan seperti ciptaanku ?.
[2]      Hal ini seperti firman Allah ta’ala :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah" [QS. Al-An’aam : 93].
[3]      Para ulama telah menjelaskan hukum kafir dalam permasalahan berhukum selain hukum Allah adalah bagi orang yang mengatakan tidak wajib berhukum dengan hukum Allah, menghalalkannya/membolehkan berhukum selain hukum Allah, menganggap selain hukum Allah afdlal (lebih utama), atau boleh memilih antara hukum Allah atau selain hukum Allah.
[4]      Lisaanul-‘Arab, hal. 2723.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar