PUASA DAUD
Masih teringat jelas saat baru kuliyah dulu selama
beberapa waktu kuiisi hari-hariku dengan menjalani Puasa Daud . Meski tak ingat
betul kenapa kala itu ingin sekali kujalani ibadah puasa yang relatif berat
itu. Berselang beberapa bulan kemudian tatkala seseorang menanti hatiku, lalu kujalanilah yang namanya Puasa
Daud hingga saat aku menjawab ikrar akad nikah.
Ramadhan tahun ini serasa ada yang
menggelitik hatiku untuk kembali menjalani Puasa Daud sebagaimana pernah
kujalani beberapa bulan yang lalu. Dulu saja, kujalani puasa itu dengan susah
payah karena kadang tidak sempat sahur sedang di sekolah harus mengajar bahkan
mulai jam 7 pagi sampai setengah 10 siang. Sedang saat ini, dengan beban
pekerjaan yang relatif tidak membutuhkan aktivitas fisik rasanya tidak ada hal
yang memberatkan untuk kembali menjalani Puasa Daud.
Dengan kemajuan teknologi, hari ini
kucoba mencari beberapa referensi untuk menguatkan niatku menjalani puasa Daud ini.
عن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : ” إن أحب الصيام إلى الله صيام داود عليه السلام ،
وأحب الصلاة إلى الله صلاة داود ،
كان ينام نصف الليل ، ويقوم ثلثه ، وينام سدسه وكان يصوم يوماً ويفطر يوماً “رواه البخاري ومسلم
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa yang
paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat
Nabi Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan
beliau tidur lagi pada
seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari” dan buka sehari”(HR. Bukhari dan Muslim).
Faedah hadits:
- Hadits ini menerangkan keutamaan puasa Daud yaitu berpuasa sehari dan berbuka (tidak berpuasa) keesokan harinya. Inilah puasa yang paling dicintai di sisi Allah dan tidak ada lagi puasa yang lebih baik dari itu.
- Di antara faedah puasa Daud adalah menunaikan hak Allah dengan melakukan ketaatan kepada-Nya dan menunaikan hak badan yaitu dengan mengistirahatkannya (dari makan).
- Ibadah begitu banyak ragamnya, begitu pula dengan kewajiban yang mesti ditunaikan seorang hamba begitu banyak. Jika seseorang berpuasa setiap hari tanpa henti, maka pasti ia akan meninggalkan beberapa kewajiban. Sehingga dengan menunaikan puasa Daud (sehari berpuasa, sehari tidak), seseorang akan lebih memperhatikan kewajiban-kewajibannya dan ia dapat meletakkan sesuatu sesuai dengan porsi yang benar.
- Abdullah bin 'Amr sangat semangat melakukan ketaatan. Ia ingin melaksanakan puasa setiap hari tanpa henti, begitu pula ia ingin shalat malam semalam suntuk. Karena ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarangnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi solusi padanya dengan yang lebih baik. Untuk puasa beliau sarankan padanya untuk berpuasa tiga hari setiap bulannya. Namun Abdullah bin 'Amr ngotot ingin mengerjakan lebih dari itu. Lalu beliau beri solusi agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa keesokan harinya. Lalu tidak ada lagi yang lebih afdhol dari itu. Begitu pula dengan shalat malam, Nabi shallallallahu 'alaihi wa sallam memberi petunjuk seperti shalat Nabi Daud. Nabi Daud ‘alaihis salam biasa tidur di pertengahan malam pertama hingga sepertiga malam terakhir. Lalu beliau bangun dan mengerjakan shalat hingga seperenam malam terkahir. Setelah itu beliau tidur kembali untuk mengistirahatkan badannya supaya semangat melaksanakan shalat Fajr, berdzikir dan beristigfar di waktu sahur.
- Berlebih-lebihan hingga melampaui batas dari keadilan dan pertengahan dalam beramal ketika beribadah termasuk bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) yang tercela. Hal ini dikarenakan menyelisihi petunjuk Nabawi dan juga dapat melalaikan dari berbagai kewajiban lainnya. Hal ini dapat menyebabkan seseorang malas, kurang semangat dan lemas ketika melaksanakan ibadah lainnya. Ingatlah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
- Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. ... Wallahul Muwaffiq.”
- Tidak mengapa jika puasa Daud bertepatan pada hari Jumat atau hari Sabtu karena ketika yang diniatkan adalah melakukan puasa Daud dan bukan melakukan puasa hari Jumat atau hari Sabtu secara khusus.
Dalam hadis qudsi Allah Ta’ala
berfirman,
للصائم فرحتان، فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه
“Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua
kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan
Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ رَسُوْلُ الله صلي
الله عليه وسلم كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ
الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ
رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ
رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang
dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang
semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang
akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan
karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu
kegembiraa ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya.
Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau
minyak kasturi.”“[ HR. Muslim no. 1151]
Betapa istimewanya hadits ini. Di
dalamnya diterangkan amalan secara umum dan puasa secara khusus. Diuraikan pula
tentang keutamaan, keistimewaan, pahala (sekarang atau kemudian hari), hikmah
dan tujuan puasa. Inilah salah satu contoh betapa luas karunia dan kebaikan
Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.
Allah ‘Azza wa Jalla membalas satu
kesalahan dan penyimpangan dengan balasan yang sesuai dengan kesalahan itu.
Sedangkan ampunan Allah ‘Azza wa Jalla lebih banyak dari padanya. Adapun
kebaikan, paling sedikit, satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat dan akan
semakin bertambah sesuai dengan sebab-sebabnya.
Hadits ini juga menerangkan hikmah
pengkhususan, bahwa orang yang berpuasa ketika meninggalkan semua yang disukai
oleh hawa nafsunya yang memang diciptakan dengan tabiat (watak, kebiasaan)
sangat menyukainya, bahkan cenderung mendahulukannya dari apapun juga, apalagi
jika hal itu merupakan kebutuhan pokok namun dia justru mengedepankan
kecintaannya kepada Rabb-nya diatas kesenangan tersebut. Oleh sebab itulah
Allah ‘Azza wa Jalla mengkhususkan amalan ini untuk diri-Nya dan Dia sendiri
yang memberi pahala orang-orang yang berpuasa.
Ditegaskan pula bahwa puasa yang
sempurna adalah ketika seseorang meninggalkan dua perkara yaitu,
Pertama,
Meninggalkan semua perkara yang yang membatalkan puasa seperti makan, minum,
bersetubuh dan semua yang semisalnya (dalam kategori membatalkan puasa secara
dzahir).
Kedua,
Meninggalkan semua yang menyebabkan berkurangnya pahala amalan itu seperti
melakukan rafats (perbuatan keji), berteriak-teriak
(bertengkar) dan mengerjakan atau mengucapkan kata-kata yang diharamkan,
menjauhi semua bentuk kemasiatan, pertengkaran dan berbantah-bantahan yang
menimbulkan permusuhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ
سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa itu adalah perisai, jika
salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan
kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau
mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.“[ HR. Al Bukhari 1904]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata فَلَا يَرْفُثْ (maka janganglah berkata kotor), yakni
janganlah berbicara dengan kata-kata yang buruk; وَلَا
يَصْخَبْ (jangan ribut
bertengkar), yaitu dengan kata-kata yang menimbulkan fitnah dan pertengkaran.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits lain, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ
الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta bahkan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar
dan haus yang dia tahan.”[ HR.
Al-Bukhariy no.190]
Maka, barangsiapa yang
merealisasikan kedua hal itu, yakni meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa
dan hal-hal yang dilarang, sempurnalah pahalanya sebagai orang yang berpuasa.
Sedangkan yang tidak melaksanakan hal ini, maka janganlah mencela siapapun
kecuali dirinya sendiri.
Kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam membimbing orang yang berpuasa jika ada seseorang yang mengajaknya bertengkar atau
mencacinya, hendaknya dia mengatakan kepada orang tersebut :إِنِّي صَائِمٌ (saya
sedang berpuasa).
Adapun manfaatnya ialah seakan-akan
dia ingin mengatakan, “Ketahuilah, bukannya saya tidak mampu menghadapi
perbuatanmu, akan tetapi saya sedang berpuasa. Saya menghormati dan menjaga
kesempurnaan puasa saya. Inilah yang diperintahkan Allah’Azza wa Jalla dan
Rasul-Nya. Ketahuilah, bahwa puasa mengajakku untuk tidak mengimbangi
perbuatanmu, tetapi menganjurkan aku agar bersabar. Maka, apa yang aku lakukan
jauh lebih baik daripada apa yang kamu kerjakan terhadapku.”
Sabda Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, لِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ (untuk orang yang berpuasa ada dua
kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan
Rabb-nya). Keduanya adalah pahala yang diberikan Allah ‘Azza wa Jalla yang
disegerakan atau ditunda di akhirat.
Kegembiraan pertama,
kegembiraannya ketika berbuka, yaitu kegembiraan dengan nikmat yang telah Allah
‘Azza wa Jalla berikan kepadanya dengan menyempurnakan puasanya. Ibadah ini
termasuk amal shalih yang paling utama, namun betapa banyak orang yang
terhalang dari puasa. Selain itu, ia juga bergembira dengan apa yang kembali
dihalalkan Allah untuknya, berupa makanan, minuman dan persetubuhan
(jima’),mengingat hal-hal tersebut sebelumnya diharamkan baginya pada saat
sedang berpuasa.
Kegembiraan kedua,
Kegembiraannya ketika berjumpa dengan Rabb-nya dengan keridhaan dan
kemurahanNya. Ia gembira dengan membawa pahala puasanya. Ketika dia mendapatkan
pahalanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’âla yang telah disediakan untuknya,
ketika dikatakan kepadanya, “Mana orang-orang yang berpuasa, hendaklah
dia masuk surga dari pintu Ar-Royyan, yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang
berpuasa.”
إنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا
يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ،
لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ
فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا
أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada sebuah
pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan
masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui
pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang
yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada
seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah
masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui
pintu tersebut.”[ HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim
no. 1152]
Juga dalam ayat yang mulia ini
dijelaskan mengenai balasan bagi orang yang berpuasa. Allah Ta’ala berfirman,
كُلُوا وَاشْرَبُوا
هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(Kepada mereka dikatakan): ‘Makan
dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada
hari-hari yang telah lalu.’” (QS.
Al Haqqah 69: 24)
Mujahid dan selainnya mengatakan,
“Ayat ini turun pada orang yang berpuasa”. Barangsiapa yang meninggalkan makan,
minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan yang
makanan dan minuman yang lebih baik.”[ Latho’if Ma’arif, hal. 281]
Disediakan pintu surga Ar-Royyaan
Betapa besarnya ganjaran Allah terhadap orang-orang yang berpuasa. Dan betapa
pula, hati setiap orang yang berpuasa luruh dalam kegembiraan dan kebahagiaan
dengan amalan yang diistimewakan Allah ‘Azza wa Jalla untuk diriNya dan
dijanjikan balasannya murni dari karunia dan kebaikanNya. Sesungguhnya, Allah
‘Azza wa Jalla Maha Memiliki karunia yang besar.
Kemudian sabda Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam,وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ
عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
(sungguh, bau mulut orang yang berpuasa jauh lebih harum di sisi Allah Azza wa
Jalla daripada bau misik (minyak wangi)). Meskipun tidak disukai orang,
janganlah bersedih duhai orang yang berpuasa, sesungguhnya dia lebih harum
disisi Allah ‘Azza wa Jalla daripada bau minyak kesturi (misik). Inilah hasil
ibadah dan taqarrub-nya kepada Allah’Azza wa Jalla.
Kegembiraan ketiga, kita
juga dapat bergembira karena puasa mampu memberikan syafaat kepada
pelakunya pada hari kiamat. Diriwayatkan dari ‘Abdullan bin ‘Amrradhiallaahu
‘anhuma, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ
يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ
رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ.
وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ
“Puasa dan al-Qur’an akan memberi
syafa’at kepada seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabbku,
aku telah menghalanginya dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkan
aku memberi syafa’at kepadanya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Aku telah menghalanginya
dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya”.[ HR. Ahmad no. 6626 dari Ibnu Umar. Al-Haitsami dalam
Majma’ az-Zawa`id, 3/181 berkata, “Rawi-rawinya adalah rawi hadits shahih”]
Kegembiraan keempat,
kebahagiaan terhadap puasa sebagai kaffarat (pelebur) dosa-dosa. Dosa
menyebabkan kecemasan dan ketakutan karena akibatnya yang buruk, manakala
disediakan peleburnya, berarti kecemasan tersebut akan teratasi, pelakunya pun
tenang dan berbahagia, sama halnya dengan peminum racun yang membahayakan,
ketika penawarnya ditemukan, dia akan senang sekali. Nabi shallallahu
‘alahi wasallambersabda,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي
أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ
وَالصَّدَقَةُ
“Fitnah (kelalaian) seseorang pada
keluarga, harta, anak, dan tetangganya dapat dilebur dengan shalat, puasa dan
sedekah.”[ HR. al-Bukhari dari Hudzaifah bin
al-Yaman. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 310]
وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ
لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 184).
Akhirul kalam…
Akhirul kalam…
“Semoga
Allah yang Maha Perkasa mengkaruniakan kekuatan untuk dapat istiqomah menjalani
ibadah ini” Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar