Selasa, 14 Januari 2014

UCAPAN SELAMAT IEDUL FITRI



Hari : Ahad 11 Agustus 2013 M.
Oleh: Kak Abu Samah
Ucapan selamt idul fitri
Pertanyaan:
Bagaimana ucapan selamat yang benar di hari raya idul fitri?
Jawaban:
            Hukum memberikan ucapan selamat hari raya  Al-hafiz ibnu hajar mengatakan, “dari jubair bin Nufair; beliau mengatakan dahulu, apabila para sahabat Nabi sallahualaihi wasallam salang bertemu pada hari raya mereka saling mengucapkan “Taqobbalallhu minna wa minkum” (sandnya hasan ; fadhul bari, 2:446)
            Ibnu Aqil menyebutkan beberapa riwayat. Diantaranya dari Muhammad bin ziyad; beliau mengatakan “saya pernah bersama abu umamah Al-Bahili radhiyallahu anhu dan beberapa sahabat lainnya. Setelah pulang dari shalat id, mereka saling memberikan ucapan “Taqobbalallhu minna wa minkum” (Al-mughni,2:250;As-suyuthi mengatakan sanadnya hasan)
            Imam malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari raya, “Taqobbalallhu minna wa minkum” atau Ghafarallahu lana wa laka beliau menjawab, saya tidak mengenalnya dan saya tidak mengingkarinya” (at-taj wal iklil, 2:301)
            Ibnu habib menjelaskan maksud ucapan imam malik, maksud beliau saya tidak menganggapnya sebagai sunnah dan saya tidak mengingkari orang yang mengucapkannya karena ucapan itu isinya baik, mengandung doa…..(Al-fawakih Ad-dawani,3:244)
            Syekh Asy-syabibi mengatakan, bahkan wajib mengucapkan selamat ketika hari raya, jika tidak mengucapakan kalimat ini menyebabkan permusuhan dan terputusnya hubungan sesame…..(al-fawakih Ad-dawani 3;244)
Catatan:
            Diriwayatkan dari ibnu asakir, dari ubadah bin shamit radhiallahu anhu, bahwa beliau bertanya kepada Nabi Sallahualaihi wasallam tentang ucapan selamat di masyarakat ketika id (Taqobbalallhu minna wa minkum) kemudian beliau menjawab, itu perbuatan orang ahli kitab dan beliau membencinya. Namun, di dalam sanad riwayat iniada perawi yang bernamaabdul kholiq bin kholid bin zaid. Kata imam bukhari “mungkarul hadits (haditsnya tidak di terima) abu hatim menilainya Dhaif, An-nasa’I mengatakan tidak terpercaya, ad-daruqudhni mengatakan perawi yang ditinggalkan, sedangkan Abu nu’aim mengatakan tidak ada apa-apanya. (Al-hawi lil fatawa, 1;117 karya Asy-suyuthi)
            Lafal ucapan selamat idul fitri yang disarankan para ulama
            Dari jubair bin unfair: beliau mengatakan, dahulu para sahabat Nabi sallahu alaihi wa sallam  apabila saling bertemu pada hari raya  saling mengucapakan:
“Taqobbalallhu minna wa minkum”
“semuga Allah menerima Amal kami dan amal kalian” (sanadnya hasan fathul bari 2;446)
            Ibnu habib mengatakan yang semisal dengan ini adalah ucapan sebagianorang ketika id (id yang di berkahi) id mubaaraq (ahyakum) semuga Allah member keselamatan bagimu, dan semisalnya tidak diragukan bahwa ini semua di perbolehkan  (Al-fawakih ad-dawani 3;244)
            Imam malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari raya “Taqobbalallhu minna wa minkum” atau Ghafarallahu lana wa laka beliau menjawab saya tidak mengenalinya dan saya tidak mengingkarinya (At-taj wal iklil 2;301)
            Syekh islam mengatakan, sebagai jawaban ats pertnyaan yang di tunjukkan kepada beliau ucapan selamat di hari raya antara satu sama lain setelah shalai id (“Taqobbalallhu minna wa minkum” atau ahaallahu alaika dan semacamnya) maka ucapan ini diriwayatkan dari beberapa sahabat  bahwa mereka melakukannya. Sebagian ulama’ seperti Imam Ahmad dan yang lainnya juga member keringanan …… (Majmu’ Fatawa, 5;430)
Catatan:
Syekh Ali bin Hasan al-halabi mengatakan (ahkamul idain, hlm62) “adapun ucapan sebagian orang “kullu Amin wa antum bikhoirin’ atau semacamnya adalah ucapan yang tertolak, tidak bisa diterima. Bahkan ini termasuk dalam larangan dalam firman Allah:
“apakah kalian hendak mengganti sesuatu sesuatu yang baik dengan sesuatu yang buruk” (al-baqarah : 61)
Yang semisal dengan ini adalah ucapan yang tersebar  di Indonesia “minal Aidin wal faizin” ucapan ini tidak diriwayatkan oleh para sahabat maupun ulama setelahnya. Ini hanyalah ucapan penyair di masa preode Al-andalusi  yang bernama “Shafiyuddin Al-Huli” ketika ia membawakan syair yang konteknya mengkisahkan dendang wanita di hari raya. (Dawawin Asy-Syi’ri Al-Arabi ‘ala Marri Al-Ushur, 19:182)
Oleh karena itu tidak selayaknya semacam ini di ikuti dan di jadikan taradisi atau kebiasaan. Wallahu a’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar